Stress


Stress merupakan salah satu kondisi psikis yang dapat diderita oleh setiap orang. Stress di tempat kerja merupakan salah satu masalah yang kerap dihadapi oleh pegawai. Penyebab stress disebabkan oleh berbagai hal, yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan berat di tempat kerja mungkin akan terasa menantang untuk sebagian orang, namun sebagian lainya dapat membuatnya tertekan. Namun kadang kala bukan saja peristiwa ‘menantang’ yang membuat seseorang menjadi stress, namun kadang kepindahan ke tempat kerja baru, kehilangan teman, macet dijalan, kehilangan data pekerjaan, bahkan menikah sekalipun dapat menjadi pemicu stress.

Dalam pengertian umum, stress terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut lazim disebut dengan strasor. Sementara reaksi terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stress. Peristiwa yang dirasakan sebagai stress biasanya masuk ke dalam salah satu atau lebih kategori berikut:

  1. Peristiwa traumatik

Peristiwa traumatik adalah peristiwa (lazimnya situasi bahaya) yang terjadi diluar peristiwa yang lazim dihadapi. Misalnya bencana tsunami, kebakaran, tabrakan kendaraan, pemerkosaan, perang, atau peristiwa serupa lainnya. Walaupun reaksi setiap orang terhadap peristiwa traumatik tersebut dapat berbeda-beda, namun terdapat pola perilaku yang umum yaitu disaster syndrome.

  1. Orang yang selamat dari bencana akan bingung melompong dan nampak seperti tidak menyadari bahaya bahkan luka-lukanya. Mereka dapat berjalan kesana-kemari dalam keadaan disorientasi, dan memungkinkan mereka untuk mendapatkan resiko cedera yang lain.
  2. Tahap selanjutnya, orang akan cenderung pasif dan tak akan mampu memulai tugas sederhana sekalipun, namun mereka akan segera mengikuti perintah.
  3. Tahap ketiga, orang akan cemas dan takut, mengalami kesulitan konsentrasi, dan berpotensi untuk mengulang-ulang cerita tentang bencana yang dialaminya. Korban tabrakan mungkin akan gelisah ketika berada dekat dengan mobil; korban pemerkosaan mungkin akan histeris saat didekati oleh seorang pria.
  4. Peristiwa yang tak terkendali

Sebuah kondisi saat kita tidak mampu mengendalikan sebuah peristiwa, maka potensi stress kita semakin tinggi. Semakin ‘besar’ peristiwa yang tak dapat kita kendalikan tersebut, makan potensinya semakin tainggi lagi. Misalnya kematian orang yang kita sayangi, saat dipecat dari tempat kerja, atau divonis menderita penyakit berat tertentu. Namun ternyata peristiwa ‘ringan’ pun dapat berpotensi menghasilkan stress, misalnya penolakan maaf dari teman, mendapati tidak mendapat tiket pesawat, atau saat smartphone kita tertinggal di rumah. Semakin kita yakin bahwa kita mampu mengendalikan suatu peristiwa nampak akan memperkecil kecemasan kita terhadap peristiwa tersebut walapun kita tidak pernah melakukan kendali tersebut.

  1. Peristiwa yang tak dapat diperkirakan

Sebuah peristiwa yang tak terduga, dan terjadi tanpa diperkirakan sebelumnya berpotensi menimbulkan gangguan emosianal. Sebuah peristiwa yang dapat diperkirakan sebelumnya, akan mengurangi potensi gangguan emosional tersebut. Seorang perempuan yang mendengar informasi akan adanya hujan badai, akan segera menutup jendela, pintu, dan bersiap-siap di dalam rumah. Namun bila perempuan tersebut tidak mendapatkan informasi tentang datangnya hujan badai akan terkejut saat hujan badai tiba.

  1. Peristiwa yang menantang batas kemampuan kita

Beberapa situasi dapat diprediksi dan dikendalikan, namun masih dialami sebagai peristiwa yang berpotensi menimbulkan stess. Stress tersebut timbul akibat kita memaksa diri kita untuk sampai pada batas-batas kemampuan dan menantang pandangan kita terhadap diri sendiri. Misalnya, diakhir tahun para pegawai di bagian keuangan harus membuat laporan keuangan tahunan. Mereka bekerja berjam-jam di kantor. Kegiatan tersebut melibatkan aktivitas fisik dan intelektual yang berat, sehingga membuat stress para pegawai. Sebagian pegawai menemukan batas-batas kemampuan mereka.

  1. Konflik internal

Stress dapat ditimbulkan oleh proses internal dalam diri sendiri, akibat konflik yang tak terpacahkan dalam diri dan yang mungkin tidak disadari. Banyak hal yang diinginkan oleh seseorang, namun tidak dapat terlaksana. Seorang pegawai ingin sekali bertamasya ke pulau Bali, namun hal tersebut tak dapat terlaksana karena disibukan oleh pekerjaan. Situasi tersebut berpotensi menimbulkan stress dalam diri pegawai tersebut.

Emosi dan rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh stress sangat tidak nyaman. Ketidaknyamanan tersebut memotivasi individu untuk melakukan sesuatu guna menghilangkannya. Proses yang digunakn oleh seseorang yang menangani tuntutan yang menimbulkan stress dinamakan coping (kemampuan mengatasi masalah). Proses coping dapat dilakukan dengan dua cara: strategi terfokus masalah, strategi terfokus emosi.

Proses coping dengan strategi terfokus masalah dilakukan dengan berupaya memcahkan masalah, menciptakan pemecahan alternatif, menimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan manfaat. Strategi berfokos masalah juga dapat diarahkan pada mengubah sesuatu pada dirinya sendiri dan bukan mengubah lingkungannya; mengubah tingkat aspirasi dengan menemukan sumber pemuasan alternatif dan pempelajari kecakapan baru.

Proses coping dengan strategi terfokus emosi untuk mencegah emosi negatif menguasai dirinya untuk mencegah mereka melakukan tindakan yang dapat memecahkan masalahnya. Terdapat beberapa strategi yang dapat ditempuh, yaitu: strategi perilaku, dan strategi kognitif. Strategi perilaku yaitu melakukan melakukan latihan fisik untuk mengalihkan pikiran kita dari masalah, menggunakan obat-obat tertentu (sesuai resep dokter), menyalurkan kemarahan, mencari dukungan emosional dari teman. Sementara itu, strategi kognitif dilakukan melalui menyingkirkan secara sementara pikiran tentang masalah. Misalnya memutuskan untuk tidak menghkawatirkan hal tersebut dan menurunkan ancaman dengan mengubah makna situasi (misalkan berfikir bahwa dimarahi atasan kemarin sore tidak terlalu penting).


Leave a Reply