Freud


 

Sigmund Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia (yang kemudian menjadi bagian dari Kerjaan Austro-Hungaria). Pada tahun 1960, keluarganya pindah ke Wina. Ketika Freud lahir, ayahnya yang bernama Jakob telah berumur 40 tahun, sementara ibunya masih berusia 20 tahun. Ibunya yang bernama Amelie merupakah istri kedua dari Jakob. Freud merupakan anak pertama dari delapan anak Amelie. Freud menjadi anak kesayangan ibunya karena kecerdasannya. Ia bahkan memiliki kamar sendiri ditengah saudara-saudaranya yang berjubel. Begitupun ketika Freud merasa terganggu oleh piano adik perempuannya, dengan segera ibunya menyingkirkan piano tersebut. Keluarga Freud merupkan keturunan yahudi, namun mereka tidak menganut agama yahudi. Mayoritas penduduk Wina kala itu menganut katolik roma. Ditengah pergerakan anti-semit, Jakob tidak dapat memberikan penghidupan yang layak bagi keluarganya. Jakob yang hanya pedagang wol tidak mampu memberikan dukungan finansial yang memadai untuk membiayai pendidikan Freud muda. Ditengah kesulitan finansial keluarganya, Freud memuja dua tokoh yaitu Oliver Cromwell, yang anti kemapanan, dan Hannibal, pemimpin Carthago.

Ambisi awal Freud adalah mempelajari hukum, namun ketika ia memasuki Universitas Wina pada tahun 1873, ia justru mempelajari ilmu kedokteran. Dalam mempelajari ilmu kedokteran, Freud banyak melakukan riset pada hewan, terutama pada belut. Freud banyak meneliti tentang tentang organ kelamin belut yang kala itu belum diketahui karena kerumitannya. Dalam tahap ini, Freud sangat dipengaruhi oleh pemikiran dosennya yang bernama Ernst Brucke yang sangat fanatik terhadap pendekatan mekanistik. Hal tersebut dianggap sangat mempengaruhi pemikiran Freud untuk seorang determinis yang fanatik. Theodor Meynert, salah seoran tutor Freud, memberikan saran pada Freud untuk mengambil spesialisasi neurologi dan neuropatologi. Freud menerima saran tersebut hingga berhasil mendapatkan gelar dokter dalam ilmu kedokteran pada tahun 1881. Keinginannya untuk bertahan dalam bidang penelitian harus ia tunda karena alasan finansial, maka Freud bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit Umum Wina selama 3 tahun.

Tahun 1885, Freud diangkat sebagai pengajar dalam bidang neuropatologi di Universtas Wina. Pada tahun itu pula, Freud tinggal beberapa bulan di Paris untuk belajar kepada seorang neurolog terkenal bernama Jean Martin Charcot. Kala itu, Charcot sedang melakukan eksperimen terhadap penggunaan hipnosis untuk penderita histeria (kelainan syaraf yang memiliki berbagai simptom). Pengalaman ini sangat berharga karena memunculkan ideanya bahwa “pikiran memberikan pengaruh pada simptom fisik”. Hingga pada tahun 1886, Freud memulai praktek pribadinya sebagai neuropatolog dan memulai karyanyadala kasus-kasus histeria. Pada tahun 1891, Freud meneribitkan buku pertamanya yang diberi judul On Aphasia[1]. Pada mulanya karya-karya Freud terpusat pada pandangan terhadap penyebab dan perawatan neurosis, namun perlahan-lahan ia meluaskan teorinya dan semakin tertarik pada berkembangnya jiwa (psyche)[2]. Pemikiran Freud dianggap menjembatani kesenjangan yang terdapat diantara ilmu eksakta nerologi dengan psikologi.

Histeria dan Hipnosis

Terdapat beberapa pemikiran mengenai histeria pada masa itu, yaitu

  • Simtomnya sangat bervariasi, mencakup hilangnya ingatan, halusinasi, tak bisa bicara, tidur sambil berjalan, lumpuh, mengantuk, dan hilangna pengnderaan.
  • Diduga hanya perempuan yang menderita histeria[3].
  • Penyakit ini tak dapat dijelaskan oleh para dokter, karena tidak sesuai dengan anatomi sistem syarat. Misalnya sebuah lengan yang lumpuh hingga ke bahu, meskipun syarafnya tak berhenti hingga disitu saja.

 

Dari pemikiran tersebut, membuat Freud sampai pada dua ide baru yang sangat penting yaitu:

  • Agar bisa memahami histeria, penting melihat kehidupan psikis pasien, bukan hanya syarafnya.
  • Proses mental tak sadar bisa mempengaruhi perilaku. Meskipun perilaku seorang pasien bisa dipengaruhi oleh hipnosis, namun seringkali ia tiak ingat lagi tentang apa yang terjadi ketika dihipnosis.

Pada tahun 1886, Freud memberikan ceramah mengenai histeria pada laki-laki di depan Vienna Society of Physician. Namun pandangan baru tentang histeria pada laki-laki[4] dan dukungannya terhadap ide Charcot mendapat tentangan bahkan cemoohan. Pada tahun 1890-an, Freud bekerja sama dengan koleganya yang bernama Josef Breur dalam menangani kasus ‘Anna O’. Anna[5] adalah seorang perempuan muda berusia 21 tahun yang menderita berbagai macam simptom yang membingungkan. Ia menderita masalah batuk-batuk, masalah bicara, kelumpuhan tangan dan leher, juga halusinasi. Breuer menggunakan metoda yang kemudian dikenal sebagai metoda katersis, yaitu dengan menggunakan hipnosis untuk mendapatkan informasi yang medalam mengenai masalah Anna. Pada tahun 1895, Freud dan Breuer mempublikasikan buku Studies in Hysteria. Buku ini menampilkan gagasan baru yang dianggap radikal pada zamannya:

  • Proses mental yang negatif bisa secara langsung mempengaruhi fisi dan mengarah pada suatu keadaan sakit. Kenangan traumatik apa pun yang menyakitkan, menakutkan, atau memalukan pun dalam berbagai cara bisa memberikan akibat serupa.
  • Ingatan negatif tetap aktif di dalam pikiran tak sadar dan dapat mengubah perilaku kita. Kita tak bisa memperlakukan ingatan ini dengan ketat kalau kita tak mengingatnya, yakni dengan mengembalikan ke dalam pikiran sadar.
  • Pembuangan ingatan tak menyenangan ke dalam ketidaksadaran menuntut suatu proses aktif yang berjalan di suatu tangkat tak sadar. Freud menyebut proses ini represi (penekanan). Freud menyatakan bahwa proses penekanan ini sebagai mekanisme pertahanan diri yang pertama, dan gagasan inilah yang merupakan salah satu fondasi dari pemikiran psikoanalisis.
  • Energi emosional yang ditekan, atau afeksi, diubah menjadi simtom histeris. Hal ini bisa dihapus secara permanen dengan abreaksi, ketika trauma aslinya telah dialami kembali dan berlangsung secara rinci.
  • Suatu simptom seringkali mengalami overdeterminasi sehingga hal ini menjadi benar-benar disebabkan oleh beberapa kejadian terpisah. Hal ini membuat terapinya makin sulit.
  • Simptom seringkali terbukti simbolis, misalnya rasa sakit yang ada di jantung ketika seorang sedang mengalami patah hati.

Dalam perjalanannya, Breuer dan Freud hingga pada titik ketidaksepahaman[6]. Hingga akhirnnya keduanya berpisah dan berjalan masing-masing. Freud meninggalkan metoda hipnosisnya dan menggembangkan pressure technique (teknik menekan). Melalui metoda ini, pasien dibuat santai di sebuah ranjang dan analis menekan dahi pasien sambil menyatakan bahwa sekarang kenangan bisa diingat kembali. Melalui metoda ini, Freud menemukan pertentangan dimana satu bagian terdapat keinginan melepaskan emosi yang terhambat, sedangkan bagian lain menganggap bahwa pembebasan itu tiak bisa diteima dan menolak untuk memperimbangkannya. Pertentangan ini mengarah pada suatu proses yang disebut Freud sebagai resistensi. Pemikiran ini membawa Freud pada pemikiran ketidaksadaran (unconscious).

Awal Psikoanalisis

Pada mulanya, Freud berpendapat bahwa simptom neurotik selalu disebabkan oleh peristiwa yang traumatik, namun studi lain menemukan bahwa hal tersebut juga dapat disebabkan olah nafsu seks yang ditekan. Ia memandang bahwa jiwa manusia secara konstan berusaha untuk mencapai keadaan yang damai. Berbagai studi kemudian menyimpulkan bahwa kepuasan seksual merupakan kunci bagi kebahagiaan dan keseimbangan emosional. Gagasan ini menjadi pusat dari teori psikoanalisis.

Dalam mengembangkan teori ini, Freud mulanya menggunakan pressure technique (teknik menekan), namun Freud melihat beberapa kelemahan. Freud kemudian melakukan modifikasi hingga menemukan metoda baru yang dikenal teknik asosiasi bebas. Disini pasien diupayakan santai di ranjang hingga merasa benar-benar bebas untuk menyuarakan pemikiran apapun yang melintas dipikirannya. Dengan demikian, peran analis berubah (yang tadinya menekan) menjadi hanya berfungsi mengarahkan pasien.

Dari 1894 hingga 1900, Freud mengembangkan banyak teori yang sekarang dikenal sebagai sebuah aliran psikonalasis. Freud dengan seksama menguji mekanisme ketidaksadaran (unconscious), seperti represi dan resistensi yang mendasari simpton neurotik. Frued juga tertarik pada transferensi, yaitu kata yang merujuk untuk melukiskan perasaan emosional yang dikembangkan pasien terhadap analisinya. Hal ini bisa mencakup emosi positif atau negatif[7]. Hingga pada tahun 1896 Freud mencanangkan istilah psikoanalisis, dimana teori-teori yang dikembangkannya meliputi analisis mimpi, terpelesetnya ucapan, dan seksualitas masa kanak-kanak.

Tafsir Mimpi

Freud sangat tertarik terhadap mimpi dan menegaskan pentingnya hal ini dalam psikoanalisis. Sesungguhnya analisis mimpi dan asosiasi bebas menjadi dua metode terapeutik utama di dalam psikoanalisis. Mimpi menjadi pusat dari psikoanalisis karena beberapa alasan antaralain:

  • Mimpi terjadi di tengah tidur, ketika pikiran sadar melepaskan cengkramannya dan membuatnya ‘tanpa kekangan’. Freud memandang mimpi sebagai evidensi dari kerja pikiran tak sadar dan membuktikan keberadaannya. Ia merujuk mimpi sebagai ‘jalan besar’ untuk mengerti lebih dalam mengenai ketidaksadaran.
  • Freud menyimpulkan bahwa metoda menekan dan hipnosis terlalu ‘otoriter’. Ia mendapatkan kenyataan bahwa orang tak dapat dipaksa untuk mengerti tentang apa yang sedang berlangsung di dalam alam ketidaksadaran mereka. Hanya dengan metoda analisis mimpi dan asosiasi bebas barulah simbolisme yang terlibat di dalam gejala neurotik itu benar-benar bisa dimengerti.
  • Mimpi seringkali menyangkut masalah-masalah seksual yang berasal dari masa kanak-kanak dini. Masalah ini hanya bsa diselesaikan melalui analisis mimpi dan asosiasi bebas
  • Freud memandang semua mimpi sebagai ekspresi dari pemenuhan harapan. Dengan mengeksplorasi nafsu tersembunyi yang disimbolisasikan dalam mimpi barulah dimungkinkan untuk memulai mengurai masalahnya.

Freud percaya bahwa banyak diantara isi-isi mimpi yang tersamar di balik simbol-simbol. Simbol-simbol Freudian di dalam mimpi telah menjadi salah satu aspek yang paling dikenal dari pemikiran psikoanalisis. Freud percaya bahwa simbol yang seringkali memiliki lebih dari satu arti dan penafsiran yang tepat hanya mungkin dihasilkan dari menganalisis mimpinya untuk memahami simbol-simbol, ia menggunakan kombinasi dari dua metode yaitu mengekplorasi asosiasi dari si pemimpi sendiri, dan menggunakan pengetahuan analis mengetahui simbol-simbol mimpi untuk mengisi kesenjangannya. Ide Freud sendiri tentang arti simbol-simbol tesebut sungguh seksual misalnya ia menyarankan penafsiran sebagai berikut:

  • Tongkat, pisau, payung dan objek berbatan lainnya mewakili penis.
  • Kotak, lemari, oven, laci, dan barang-barang penyimpanan lainnya mewakili rahim
  • Gerakan naik-turun tangga, papan jungkat-jungkit, dan sebagainya mewakili senggama
  • Bermain dengan anak kecil mewakili masturbasi.

Namun, Freud sendiri memperingatkan bahwa tidak selalu gampang atau lagsung menemukan penafsiran yang tepat terhadap simbol mimpi.

Mengekplorasi Pikiran Tak Sadar

Pada perkembangannya Freud semakin tertarik terhadap ekplorasi psikoanalitik yang semakin luas untuk mecoba menemukan cara beroperasinya pikiran manusia yang ‘normal’. Langkah ini penting karena berarti bahwa psikoanalisis tidak hanya terbatas pada psikologi ‘abnormal’. Freud semakin meyakini bahwa pikiran tak sadar memainkan peran besar dalam menentukan perilaku seseorang. Freud mengemukakan dua keadaan pikiran dalam kesadaran, yaitu pikiran sadar (conscious) dan pikiran tak sadar (unconscious).

Pikiran sadar ialah bagian dari pikiran yang menginsafi pemikiran dan tindakannya. Disinilah terjadinya semua proses pemikiran yang disadari dan merupakan sumber bagi gagasan-gagasan dan pengertian. Pikiran sadar menyangkut pemikiran logis, realitas, dan perilaku beradab. Pikiran tak sadar merupkan bagian pikiran yang direpresi dan menjadi tempat untuk meletakan apapun yang tak memenuhi persyaratan, sesuatu yang ak boleh kita cermati. Informasi di dalam pikiran tak sadar ini tidak mudah diakses. Banyak peristiwa di masa lalu yang terdapat di sini juga. Beberapa diantarnya hanya bisa diingat dalam keadaan hipnosis.

Dalam perkembangannya Freud juga mengemukakan adanya tingkat kesadaran ketiga, yaitu prasadar (pre-unconscious) yang menjadi tempat disimpannya informasi yang tak disadari tapi dengan mudah diingat ketika dibutuhkan. Bila dianalogikan jiwa sebagai sebuah rumah, pikiran sadar adalah ruang keluarga, sedangkan pikiran prasadar adalah filing cabinet yang menjadi tempat penyimpanan informasi yang siap digunakan sebagai rujukan. Sementara pikiran tak sadar adalah gudang bawah tanah, dimana perlu tangga untuk mencapainya.

Teori Seksual

Teori tentang seksualitas dan perkembangan seksual merupakan hal yang penting di dalam psikoanisis sejak tahap awalnya. Freud menulis buu yang berjudul Three Essays on Sexuality pada tahuun 1905. Dalam bukunya ia menjelaskan tentang sulitnya menentukan secara persis apa yang dimaksud oleh kata seksual. Pandangan Freud terhadap seks membuat kegemparan, dimana pada jamannya berbicara seks adalah merupakan hal yang tabu apalagi Freud mempelajarinya secara ilmiah. Berikut beberapa pandangan Freud tentang seksualitas:

  • Orang-orang homoseksual seringkali hanya tertarik secara seksual kepada orang yang sejenis kelamin dengannya. Mereka bahkan mungkin menganggap lawan jnisnya menjijikan. Freud menyebut kelompok orang ini sebagai ‘invert’. Bagi mereka, seksualitas hanyalah menyangkut proses reproduktif
  • Bagi orang lainnya, dorongan seksual tak mempedulikan alat kelamin atau penggunanya yng normal. Mereka mungkin saja terangsang oleh bagian tubuh yang tak semestinya, objek yang tk bergerak, dan sebagainya. Karena itu, Freud mengatakn bahwa kata ‘seksual’ dan ‘genital’ memunyai arti yang berbeda. Freud menyebut kelompok ini sebagai ‘pervert’.
  • Riset psikoanalisis menunjukan betapa masalah neurotik dan preversi seringkali disebabkan oleh pengalaman seksual masa kanak-kanak dini. Karena anak-anak tidak diperbolehkan memiliki kehidupan seks, akibatnya timbul kemarahan tertentu.

Berikut beberapa istilah yang digunakan dalam studinya mengenai seksualitas:

  • Inversi

Inversi merupakn kata yang digunakan Freud untuk homoseksualitas. Freud mengenali berbagai macam perilaku di dalam kategori ini:

  • Ada orang yang secara khusus hanya tertarik kepada orang yang sejenis kelamin dengannya
  • Ada pula yang tertarik terhadap kedua jenis seks
  • Ada lagi yang menjadi tertarik kepada sesama jenis ketika munul kebutuhan untuk itu, misalnya di penjara
  • Seks oral dan anal

Seks oral dan anal dianggap sebagai perversi oleh Freud. Ia mengatakan bahwa rasa jijik membuat kebanyakan orang tidak terlibat dalam kedua perversi ini. Inilah salah satu mekanismerepresif alamiah yang membuat orang berkembang kearah seksalita ‘normal’. Namun represi ini bisa menjadi begitu kerasnya seingga alat kelamin lawan jenis menjadi menjijikan secara total. Freud menemukan bahwa reaksi macam ini umumnya terdapat pada penderita histeria.

  • Fetisisme

Fetisisme terjadi ketika objek seksual yang normal digantikan oleh suatu objek yang memiliki kaitan dengan objek normal. Objek fetis biasnya tidak bersifat seksual. Misalnya, mungkin berupa bagian lain dari tubuh seperti rambut atau kaki, atau bisa juga berupa objek tak bergerak seperti pakaian dalam. Freud berpendapat bahwa fetisisme pada umumnya terjadi sebagai akibat dari pengalaman seksual di masa kanak-kanak dini, serta pikiran simbolis yang menhubungkan fetis dengan dorongan seksual.

  • Memandang dan menyentuh

Freud menganggap bahwa perangsangan visual dan rabaan di antara mitra seksual sebagai sesuatu yang ‘normal’ sepenuhnya. Hal ini hanya akan mengandung perversi kalau:

  • Terbatas hanya pada genital
  • Menyangkut hal-hal yang menjijikan, misalnya dalam voyeurisme (kebiasaan mengintip) atau pada orang yang senang sekali memperlihatkan fungsi ekskresi
  • Secara total menanggalkan tujuan seksual yang normal
  • Sadisme dan masokisme

Sadisme berarti nafsu utuk menimbulkan kesakitan pada objek seksual. Maskisme adalah nafsu untuk menerima rasa sakit dari objek seksual. Freud mengatakan bahwa akar dari kedua perversi gampang dideteksi. Ada nafsu untuk menyingkirkan resistensi dan mendominasi mitra seksualnya. Dalam sadisme, dorongan ini tak bisa dikendalikan lagi. Sedangkan masokhisme tampaknya agak bergeser dari tujuan seksual yang normal. Freud melihat masokhisme barangkali disebabkan terutama karena rasa bersalah dan takut. Ia menganggap sebagai kepanjangan dari sadisme yang ditunjukan kepada diri sendiri.

Perkembangan masa kanak-kanak

Freud mengembangkan gagasannya mengenai seksualitas kanak-kanak dalam rangka mencoba dan menjelaskan bagaimana orang berkembang menjadi mahkluk sosial. Freud berpandangan bahwa perkembangan psikoseksual[8] merupakan pusat dari segala macam perkembangan sosial dan emosional. Freud membaginya dalam beberapa tahap perkembangan seksualitas kanak-kanak, yaitu:

  • Tahap Oral

Tahap pertama perkembangan dan dimulainya sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia satu tahun. Bayi mengemut banyak bagan tubuh, terutama jempol. Hal ini merupakan kelanjutan dari mengemut putting susu ibunya. Emutan itu bersifat ritmis dan seringkali juga disertai dengan gesekan. Freud berpendapat bahwa hal ini akan mengarah pada masturbasi. Kegiatan ini sangat mengasyikan dan nyaman serta seringkali mengantar bayi tidur nyenyak.

  • Tahap Anal

Tahap ini berlangsung antara umur satu hingga tiga tahun dan bersamaan denga fase anak belajar mengendalikan kandung kemih dan isi perutnya. Fase anal ini adalah saat dimulainya pembiasaan sosial yang sebenarnya.

  • Tahap Phallic

Tahap ini berlangsung antara umur tiga hingga lima tahun. Genital menjadi zona erogen dan anak mulai melakukan masturbasi. Zona genital anak sering dirangsang dengan mencuci, gesekan, buang air kecil dan sebagainya. Dengan segera anak belajar untuk merangsangnya sendiri, dengna gesekan tangan atau dengan merapatkan paha. Pada tahap ini, Freud juga mengemukakan gagasan yang dikenal dengan oedipus kompleks. Oedipus kompleks adalah nafsu anak untuk secara seksual memiliki orang tuanya yang berlawanan jenis dengannya, serta mengabaikan orang tua yang sejenis kelamin dengannya.

  • Tahap Latensi

Pada tahap ini, perasaan dari tahap oedipal akhirnya ditekan dan dorongan seksual mereda hingga tibanya masa pubertas. Keingintahuan tentang seks, permainan seksual, dan masturbasi-pun semakin meningkat.

  • Tahap Genital

Tahap terakhir dalam perkembangan adalah tahap genital yang berlangsung sejak pubertas hingga seterusnya. Pada tahap ini terjadi pembaharuan terhadap minat seksual dan objek yang baru pun ditemukan untuk pelampiasan dorongan seksnya.

Id, Ego, dan Super-ego

Pada tahun 1923 Freud mengajukan model dinamis pikiran yang baru. Hal ini melibatkan tiga bagian utama yaitu id, ego, dan super-ego. Semua ini bukanlah bagian dari otak. Dengan model ini Freud mencoba untuk menjelaskan pertarungan yang nyata diantara berbagai tataran kesadaran

  • Id

Id berasal dari kata latin yang berarti ‘itu’ (dia untuk benda). Id merupakan bagian ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran yang terlahir bersama kita. Ini merupakan wilayah yang gelap dan tak bisa diakses, tinggal bersama nafsu naluriah, dan satu-satunya realitas adalah kebutuhannya sendiri yang egois.

  • Ego

Ego berasal dari kata latin yang berarti ‘aku’, ego merupakan bagian dari pikiran yang bereaksi terhadap kenyataan eksternal dan yang dianggap oleh seseorang sebagai ‘diri’. Ego merupakan tempat berasalnya kesadaran, biarpun tak semua fungsinya dibawa keluar dengan sadar. Ego memberi tahu kepada kita tentang yang ‘nyata’. Ego merupakan ‘pemersatu’ atau ‘pembuat akal sehat’. Ego bersifat praktis dan rasional, serta terlibat dalam pengambilan keputusan. Kecemasan lahir dari ego. Hal ini dipandang sebagai suatu mekanisme untuk memperingatkan kita mengenai adanya kelemahan dalam pertahanan ego. Keseluruhan sistem mekanisme pertahanan[9] dari ketidaksadaran melindungi ego. Ego dipandang agak lemah dibandingkan dengan id, tetapi lebih teratur dan lebih logis, sehingga egolah yang biasanya mengurusi hal-hal yang menyangkut kelemahan.

  • Super-ego

Super-ego berkembang setelah oedipus kompleks terselesaikan. Super-ego memberi kita rasa yang berhubungan dengan benar dan salah, bangga dan bersalah. Super-ego sering membuat kita bertindak dengan cara-cara yang bisa diterima di dalam masyarakat bukannya mengikuti mau kita sendiri sebagai individu. Misalnya mungkin orang akan merasa bersalah karena telah melakukan hubungan seks diluar nikah. Super-ego menggabungkan ajaran dari masa lalu dan tradisi. Super-ego memantau perilaku, memutuskan apa yang bisa diterima dan mengendalikan tabu. Super-ego bersibat ‘ngebos’, dengan selalu mewajibkan kesempurnaan ego. Cara kerja super-ego merupakan kebalikan dari cara kerja id.

[1]Aphasia adalah kelaina syaraf yang membuat pasien tak mampu mengenali kata atau mengucapkannya.

[2] Setidaknya perkembangan pemikiran dapat dibagi dalam 4 tahap yaitu:

1886-1894: studi menyangkut penyebab dan perawatan neurosis, menangani pasien-pasien neurotik. Pada mulanya Freud berkonsentrasi pada penggunaan hipnosis, tapi kemudian ia mengembangkan bentuk terapi lainnya yang secara perlahan-lahan berkembang menjadi psikoanalisis

1894-1900: Freud menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekerja sendiri melakukan banyak analisis terhadap diri sendiri dan mengembangkan ide bahwa neurosis punya asal-usul yang bersifat seksual. Pada akhir periode ini, ia menghasilkan 2 buku yang sangat penting yaitu The Interpretation of Dream dan Psychopatholoby of Everyday Life

1900-1914: Freud mulai merumuskan teori baru tentang asal-usul neurosis, yang akhirnya menjadi suatu sistem yang menyeluruh menyangkut gagasan tentang cara berkembangnya jiwa sejak dilahirkan hingga mati. Psikologi yang dikembangkannya pada masa ini sering disebut psikologi id.

1914-meninggal: Perang Dunia I membuat Freud menyimak perilaku orang dengan cara baru. Ia menyadari betapa agresi, sepertinya halnya dorongan seksual, bisa menjadi faktor yang penting di dalam perilaku. Karena itu, ia pun mulai mengembangkan teori-teori mengenai kepribadian secara menyeluruh dan cara-cara yang digunakan orang dalam berhubungan dengan orang lain. Ini dikenal sebagai psikologi ego.

[3] Histeria itu sendiri berasal dari istilah Yunani hustera, yag berarti rahim.

[4] Hal tersebut dianggap melanggar kesetaraan gender menurut ukuran zamannya.

[5] Nama sebenarnya adalah Bertha Pappenheim, yang kemudian menikah dengan Breuer.

[6] Sekitar tahun 1894

[7] Hal ini dipengaruhi oleh pengalamannya ketika bekerjasama dengan Breuer yang akhirnya menikah dengan pasiennya Anna.

[8] Berkaitan dengan aspek mental dari seks, seperti khayalan seksual.

[9] Mekanisme pertahanan merupakan cara yang tak disadari untuk melindungi ego dari pengaruh-pengaruh yang tak

 

 

 


2 responses to “Freud”

Leave a Reply to AHMAD AMINCancel reply