Social Cognitive Theory


Social Cognitive Theory dikembangkan oleh Albert Bandura. Albert Bandura adalah seorang Profesor Psikologi dari Stanford University. Ia lahir tanggal 4 Desember 1925 di Mundare, di sebelah utara kota Alberta, Kanada. Ia memperoleh gelar B.A (1949) dari University of British Columbia, gelar M.A (1951) dan gelar Ph.D (1952) dari University of Iowa, dan sejak 1953 bekerja di Stanford University. Selain menjabat Instructor to Professor of Psychology di Stanford University, ia juga aktif dalam berbagai perkumpulan ilmuwan lainnya seperti jabatan President of American Psychological Association, Honorary President Canadian Psychological Association, Committee on International Affairs, Society for Research in Child Development, dan jabatan lainnya. Ia juga memperoleh berbagai penghargaan prestigious di bidang keilmuan seperti Lifetime Achievement Award Association for the Advancement of Behavior Therapy (2001), Lifetime Achievement Award Western Psychological Association (2003), Gold Medal Award for Distinguished Lifetime Contribution to Psychological Science American Psychological Foundation (2006), dan berbagai penghargaan lainnya. Bandura telah menerbitkan lebih 300 lebih buku dan jurnal sejak tahun 1959 (buku pertamanya Adolescent aggression yang disusun bersama Richard Walter).

Albert Bandura merupakan seorang ilmuwan psikologi yang ‘dibesarkan’ di lingkungan learning theory dengan tradisi behaviorism. Bandura memang bukan orang pertama yang mencetuskan ide ‘belajar sosial’ ini. Terdapat ilmuwan lainnya seperti Neil E. Miller dan John Dollard (1941) yang lebih dahulu mengemukakan social learning theory. Social cognitive thory ini merupakan pengembangan dari teori belajar (learning theory). Perbedaan social cognitive theory dengan teori belajar Miller & Dollard adalah bahwa seseorang akan banyak belajar perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguatan (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Seseorang dapat meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkan atas model tersebut (disebut observational learning). Social cognitive theory ini dianggap gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, yang memandang perilaku manusia tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus, malainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interkasi antara lingkungan dengan skema kognitif itu sendiri. Bandura berpendapat bahwa terdapat hubungan timbal balik antara individu (person), lingkungan (environment), dan perilaku individu (behavior), yang dikenal dengan (triadic) reciprocal determinism (atau triadic reciprocal model of causality).

Esensi teori ini adalah bahwa manusia belajar terhadap model melalui proses observasi dan imitasi yang kemudian berguna dalam proses berperilaku atau bertindak. Manusia menggunakan kemampuannya untuk berfikir, simbolizing, dan anticipating untuk bereaksi (outcome reaction). Teori ini mendasarkan pada asumsi-asumsi:
1. memandang manusia secara intrinsik, bukan sebagai baik atau buruk, tetapi sebagai hasil dari pengalaman yang memiliki potensi untuk segala jenis perilaku
2. manusia mampu untuk mengkonsepsikan dan mengendalikan perilakunya
3. manusia mampu mendapatkan perilaku baru
4. manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain sebagaimana perilakunya juga dipengaruhi oleh orang lain
dalam menjelaskan teori ini, Bandura mengemukakan empat elemen penting yaitu: observational learning (modeling), self-regulation, self-efficacy, dan reciprocal determinism.

Observational learning (pembelajaran hasil pengamatan) atau modeling

Menurut Bandura, bahwa seseorang lebih banyak belajar tanpa ada peneguhan (reinforcement) yang ‘nyata’. Dalam penelitianya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang ‘dipelajari’ tersebut, dan model yang diamati juga tidak mendapat peneguhan (reinforcement) dari tingah lakunya. Belajar melalui observasi lebih efisien dibandingkan dengan belajar melalui pengamalaman langsung. Melalui observasi seseorang dapat memperoleh respon yang tidak terhinggai banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan dan penguatan.
Istilah modeling bukan hanya merujuk pada peniruan, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain), tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif. Terdapat beberapa macam modeling: modeling tingkah laku baru, modeling mengubah tingkah laku lama, modeling simbolik, dan modeling kondisioning (conditioning).
 Modeling tingkah laku baru : Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model ditransformasikan menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasikan menjadi simbol verbal atau non verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti.
 Modeling mengubah tingkah laku lama : terdapat dua dampak modeling terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku model itu mendapatakan ganjaran atau hukuman.
 Modeling Simbolik: Dewasa ini sebagian besar tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tidak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
 Modeling Kondisioning: Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi vicarious classical conditioning. Modelilng semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional.

Terdapat tahapan yang dilalui seseorang dalam melakukan observational learning, yaitu attention processes, retention processes, motor reproduction processes, dan motivational processes.
1. Attention processes (proses-proses perhatian)
Permulaan proses ini ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Perilaku-perilaku yang sesungguhnya dipelajari dari pengamatan terhadap perilaku-perilaku tersebut, sedangkan sikap-sikap, nilai-nilai, pertimbangan-pertimbangan moral, dan persepsi-persepsi realitas sosial, dipelajari melalui modelling abstrak. Menurut Bandura, perhatian terhadap suatu peristiwa ditentukan oleh karakteristik-karakteristik dari peristiwa tersebut (atau rangsangan pemodelan) dan melalui karakteristik-karakteristik dari si pengamat. Kemampuan seseorang untuk mengolah informasi, yang sampai pada suatu titik tertentu dikaitkan dengan umur dan intelijensi, menentukan bagaimana sebaiknya dia dapat belajar dari pengalaman-pengalaman yang teramati. Himpunan persepsi, yang ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan, moods (suasana hati), nilai-nilai, dan pengalaman-pengalaman sebelumnya, mempengaruhi ciri-ciri yang bagaimana dipelajari dari pengamatan tersebut. Perhatian juga ditentukan oleh penguatan masa lampau. Jika seseorang sebelumnya telah diperkuat atau diganjar karena memperhatikan suatu peristiwa atau kelas peristiwa-peristiwa, maka dia mungkin akan memperhatikan peristiwa-peristiwa yang serupa di masa depan. Ini menerangkan mengapa pola-pola menonton televisi, kalau sudah terbentuk, sulit untuk dirubah.
2. Retention processes (proses-proses retensi/penyimpanan)
Tahap yang kedua, kita harus mampu menyimpan (mengingat) apa yang harus diperhatikan. Ini merupakan awal di mana perumpamaan dan bahasa berasal, yaitu ketika kita menyimpan apa yang kita lihat pada yang dilakukan model dalam bentuk penggambaran mental atau deskripsi verbal. Ketika benar-benar disimpan, kemudian kita dapat ‘membawa’ kesan atau deskripsi itu, kita dapat menirunya dengan tingkah laku kita sendiri. Banyak perilaku yang kita pelajari tidak atau tak bisa dilaksanakan dengan segera setelah pengamatan, karena kekurangan kesempatan atau karena alasan-alasan praktis lainnya. Demikianlah, teori belajar sosial terutama sekali berkenaan dengan delayed modeling – yakni, kinerja peristiwa yang teramati bila modelnya tak ada lagi. Delayed modeling tak dapat terjadi jika kita tidak ingat perbuatan yang teramati. Retensi perbuatan difasilitasi dengan menggambarkan pola-pola respons dalam bentuk simbolis. Perbuatan tersebut haruslah digambarkan dalam pikiran kita sehingga kita dapat mendapat kembali representasi bila kesempatan untuk melaksanakan perbuatan itu datang. Menurut Bandura, kita menggambarkan pola-pola respons (perbuatan atau peristiwa yang dimodelkan) dalam dua sistem – imaginal dan verbal. Riset telah menunjukkan bahwa belajar observasional itu paling akurat bila kita pertamakali secara kognitif mengorganisir (menggunakan simbol-simbol imaginal dan verbal) dan secara mental melatih lagi perilaku yang telah dicontohkan
3. Motor reproduction processes (proses-proses reproduksi motorik)
Setelah memperoleh kode simbolik, dilakukannya tingkah laku, tingkah laku yang diperoleh itu bergantung pada reproduksi motorik dan motivasi seseorang. Reproduksi motorik ialah memilih dan menyusun respons-respons pada taraf kognitif, diikuti dengan tindak perbuatan. Menurut Bandura, seseorang berpikir sebelum dia berbuat. Berpikir disini berarti mengorganisir respons-respons yang telah dipelajari sehingga perilaku yang sesungguhnya dapat dilaksanakan. Organisasi dan inisiasi kognitif dari perilaku bergantung pada ketersediaan keterampilan-keterampilan tertentu pada individu tersebut. Ini meliputi baik keterampilan kognitif maupun keterampilan motorik. Sangatlah jarang kita sanggup untuk secara akurat mereproduksi perilaku-perilaku pada beberapa upaya pertama. Reproduksi yang akurat lazimnya merupakan produk dari coba-coba (trial and error). Oleh sebab itu, umpan balik menjadi penting karena memungkinkan kita untuk melakukan pembetulan terhadap kekurangan-kekurangan antara perbuatan yang teramati dengan pemodelan kita terhadapnya. Hal penting lainnya dari reproduksi yaitu kemampuan kita untuk meniru akan bertambah baik dengan latihan pada hal-hal menyangkut tingkah laku. Tak hanya itu, kemampuan kita akan bertambah baik ketika kita membayangkan penampilan diri kita.
4. Motivational processes
Kita tidak membuat setiap sesuatu hal yang kita pelajari. kemungkinan bahwa suatu perilaku tertentu akan dilaksanakan tidak bergantung hanya pada kesempatan atau pada proses-proses reproduksi motorik. Motivasi untuk melaksanakan perbuatan tersebut juga penting. Motivasi bergantung pada penguatan. Menurut Bandura, ada tiga jenis penguatan yang dapat memotivasi kita untuk bertindak, yakni:
 penguatan eksternal: penguatan eksternal adalah ganjaran-ganjaran yang didapat oleh pelaku karena melaksanakan perilaku tersebut. Ganjaran-ganjaran ini merupakan ganjaran eksternal, yang berarti bahwa mereka ada diluar pelaku tersebut. Contoh-contoh tentang ganjaran-ganjaran eksternal biasa adalah persetujuan sosial, uang, hak-hak istimewa, dan penghindaran hukuman. Pengharapan atau dugaan tentang akibat-akibat karena melaksanakan suatu perbuatan akan mempengaruhi pembuatan-pembuatan keputusan di masa depan.
 penguatan vicarious (seolah mengalami sendiri): penguatan vicarious (seolah mengalami sendiri) berakibat bila kita mengamati orang lain yang dikuatkan untuk melaksanakan perilaku-perilaku tertentu. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa model-model yang diganjar lebih mungkin akan ditiru ketimbang model-model yang tidak diganjar.
 penguatan diri sendiri: penguatan diri sendiri juga menentukan pembuatan perilaku-perilaku yang dipelajari. Kita sanggup membangkitkan penguatan-penguatan dalam diri kita sendiri untuk melaksanakan perilaku-perilaku tertentu.
Terdapat faktor-faktor yang Mempengaruhi proses observational learning, yaitu:
a. Karakteristik Model
Peranan utama model tingkah laku adalah memindahkan informasi kepada pengamat. Sebagai stimulus, model tingkah laku dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
 Model hidup, yang termasuk kategori ini adalah anggota keluarga, handai taulan, teman sekerja dan sebagainya dengan siapa seseorang mempunyai hubungan langsung. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang memperoleh informasi dari hubungan sosial ini.
 Model simbolik, model simbolik adalah gambaran tingkah laku dalam pikiran. Dalam kehidupan saat in, media massa merupakan sumber model-model tingkah laku.
 Deskripsi verbal, deskripsi verbal adalah model yang bukan berupa tingkah laku, tetapi berujud instruksi-instruksi, misalkan serangkaian instruksi untuk merakit peralatan.
b. Karakteristik observer
Berhubungan dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh observer. Hal ini akan menentukan seberapa cepat dan mudah proses belajar itu berlangsung.
c. Konsekuensi dari tingkah laku yang ditiru
Konsekuensi tingkah laku juga merupakan unsur yang penting dalam teori belajar sosial, yang menyangkut tiga macam reinforcement, yaitu :
 Direct reinforcement, yaitu tipe konsekuensi yang menyatakan bahwa suatu peristiwa dapat menguatkan tingkah laku, baik menyenangkan atau tidak menyenangkan.
 Vicarious reinforcement, yaitu konsekuensi yang berkaitan dengan tingkah laku orang lain yang diamati, orang yang diamati diberi atau meningkatnya perilaku orang yang mengamatinya. Vicarious reinforcement, juga berfungsi membangkitkan respons-respons yang bersifat emosional. yang nantinya akan membangkitkan rasa puas, bangga, agung dan sebagainya
 Self-reinforcement, merupakan peeguhan yang harus diusahakan sendiri oleh seseorang. Tiga unsur dalam self reinforcement, yaitu : standar tingkah laku buatan pribadi, kajian-kajian yang memberikan reinforcement dibawah pengendalian sendiri, dan seseorang sebagai pelaku reinforcement sendiri

Self-regulation (regulasi diri)

Self regulation adalah kemampuan individu untuk mengatur perilakunya sendiri dengan internal standard dan penilaian untuk dirinya. Konsep ini menjelaskan mengapa manusia bisa mempertahankan perilakunya walaupun tidak adanya ganjaran yang berasal dari lingkungan eksternal. Konsep ini tidak dapat berjalan tanpa adanya internal standards seseorang. Internal standards adalah pemikiran yang berasal dari pengaruh modelling sebelumnya dan juga berbagai reinforcement yang lalu. Dengan adanya pemaknaan terhadap fenomena tertentu yang menurutnya baik atau bernilai, maka nilai-nilai tersebut menjadi patokan nilai internal individu yang bersangkutan. Semakin tinggi internal standard seseorang, semakin besar harapannya untuk mencapai nilai tersebut dan semakin besar pula kemungkinan individu tersebut mengalami gangguan-gangguan
Terdapt 3 langkah dalam melakukan self regulation yaitu:
a. self-observation (observasi diri)
Kita melihat diri kita sendiri, tingkah laku kita dan menjaga etiket itu.
b. judgment (penilaian)
Kita membandingkan apa yang kita lihat dengan sebuah standar. Sebagai contoh, kita dapat membayangkan penampilan kita dengan standar tradasional, seperti ‘aturan tata cara’ atau kita dapat menciptakan aturan yang lebih mengikat, seperti “saya akan membaca buku seminggu sekali”. Atau kiat dapat bersaing dengan orang lain atau dengan diri kita sendiri.
c. self-response (respon diri)
Jika kita mengerjakan sesuatu dengan baik, dalam memperbandingan dengan sebuah standar, kita memberikan diri kita sendiri seubuah penghargaan atau apresiasi sebagai respon diri. Sementara jika kita mengerjakan sesuatu yang buruk, kita memberikan hukuman untuk diri kita sendiri sebgai respon diri. Respon diri berkaitan dengan kejadian nyata (mendorong pada tindakan langsung) dan lebih tersembunyi (merasa malu atau bangga). (Dalam hal ini, terdapat konsep penting dalam psikologi yang dikenal dengan konsep diri dan self-esteem yang dapat menjelaskan konsep ini lebih lengkap). Untuk seorang yang telah dewasa, ia akan memiliki atau menemukan standar hidup sendiri yang memiliki self-praise dan self-reward sehingga akan memiliki sebuah self-concept yang baik (self-esteem yang tinggi). Begitupun sebaliknya, kalau kita gagal menemukan standar hidup kita sendiri dan sering menghukum diri sendiri, kita akan memiliki self-concept yang buruk (self-esteem rendah).
Dalam pandangangan para behavioris pada umumnya, memandang (reinforcement) penguatan sebagai sesuatu yang efektif, sementara (punishment) hukuman banyak menimbulkan masalah atau dampak buruk. Tiga dampak buruk dari self-punishment yang berlebihan menurut Bandura, yaitu:
1. Kompensasi: kompleks yang superior, contohnya khayalan tentang kemewahan,
2. Ketidak-aktifan: apatis, depresi, dan kebosanan,
3. pelarian (escape): narkoba, alkohol, fantasi televisi, atau mungkin bunuh diri.

Self-efficacy (efikasi diri)

Self efficacy merupakan persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Self efficacy juga merupakan perasaan optimis mengenai diri kita yang berkemampuan dan efektif. Secara singkat, self efficacy adalah sejauh mana kita mampu mencapai sesuatu. Self efficacy tumbuh dari keberhasilan-keberhasilan yang pernah dilakukan. Terdapat dua komponen dalam self efficacy yaitu:
1. Efficacy expectations : kepercayaan bahwa ia bisa melakukannya atau tidak.
2. Outcome expectations : perkiraan individu bahwa suatu outcome tertentu akan muncul dan pengetahuan mengenai apa yang harus dilakukan
Self efficacy sangat berpengaruh dalam tingkah laku seseorang. Setiap tingkah laku, bisa tingkah laku dalam bekerja, akademis, rekreasi, atua sosial dipengaruhi oleh self efficacy. Keyakinan terhadap self-efficacy mempengaruhi tindakan yang dipilih, usaha yang diberikan untuk aktivitas tertentu, kegigihan mengatasi hambatan & kegagalan, dan kemampuan beradaptasi setelah mengalami kegagalan

Reciprocal-determinism atau triadic reciprocal model of causality

Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Reciprocal determinism adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
Dalam menganalisis perilaku seseorang, ada tiga komponen yang harus ditelaah yaitu individu itu sendiri (person), lingkungan (environment), serta perilaku si inidividu tersebut (behavior). Ketiga hal tersebut dikenal dengan istilah Triadic Reciprocal Causation. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama meskipun lingkungannya serupa, namun individu akan bertindak setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti.

Triadic Reciprocal Model of Causality
Hubungan antara tiga faktor tersebut adalah reciprocal determinism, atau diterminisme timbal balik. Istilah determinisme disini tidak berarti bahwa individu itu ditentukan oleh ‘sebab’ yang sudah ada sebelumnya, tetapi bahwa akibat-akibat yang timbul disebabkan oleh peristiwa yang terjadi. Hubungan tiga arah antara fakor tersebut menegaskan bahwa proses kognitif dan faktor pribadi lainnya mempengaruhi. Seseorang memperoleh kesan-kesan simbolik dari tingkah laku. Kesan-kesan simbolik yang diperoleh seseorang disimpan dalam bentuk kode, fungsinya adalah memberikan petunjuk dan bimbingan dalam bartingkah laku di waktu waktu yang akan datang. Kode-kode tingkah laku yang diperoleh dari pengamatan itu adalah kode-kode simbolik yang dinamakan sistem representasional. Sistem ini ada dua macam, yaitu : visual dan verbal. Yang termasuk didalam sistem visual adalah gambar-gambar yang amat jelas dari stimuli fisik yang sudah tidak ada seperti aktivitas -aktivitas, tempat-tempat dan benda-benda. Sedangkan yang termasuk didalam sistem verbal ialah peristiwa-peristiwa (seperti prosedur menyusun kalimat), simbol-simbol bahasa, angka-angka, notasi musik dan sebagainya

Daftar Pustaka:

Miller, Katherine. (2001). Communication Theories. New York. McGraw Hill
Rakhmat, Jalaludin. (2009). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Saverin, W.J. & Tankard, W.T,Jr. (2008). Teori Komunikasi: sejarah, metode, dan terapan di dalam media massa. Terj. Sugeng Hariyanto. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Venus, Antar. (2009). Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media


One response to “Social Cognitive Theory”

Leave a Reply to YULICancel reply