Hypothetico-deductivism (Sir Isac Newton)

Asas deducto-hipotetico verificative dianggap sebagai jalan keluar atas pertentangan antara berfikir induktif (salah satunya Bacon) dan deduktif (salah satunya Descartes). Menurut Herman Soewardi, bahwa pada abad ke-20 banyak pakar yang berpandangan bahwa sebenarnya dalam cara berfikir orang hanya terdapat satu cara berfikir yaitu deduktif, dedangkan induktif hanya merupakan deduktif yang sebaliknya. Sungguhpun demikian, sebuah penelitian dengan asas deducto-hipotetico verifikatif mejadi hakim untuk menentukan salah atau benar suatu teori. Namun hal ini menjadi penting ketika melakukan pemaparan logis yang menghubungkan dua variabel sebab-akibat (misal, “if T then D”). ‘Fallacy of affirming the conclusion’ cenderung terjadi ketika ketidakmampuan seorang ilmuwan memahami suatu hubungan antar variabel yang dijelaskan dalam sebuah teori.

Baconian inductivism (Francis Bacon) Novum Organum (1920)

Metoda induktif utuk menemukan kebenaran, disasarkan pada pengamatan empiris, analisis data yang diamati, penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis (kesimpulan sementara), dan verifikasi hipotesisi melalui pengamatan dan eksperimen lebih lanjut. Penggunaan metoda induktif Bacon mengharuskan pencabutan hal yang hakiki dari hal yng tidak hakiki dan penemuan struktur atau bentuk yang mendasari fenomena yang sedang diteliti, dengan cara: membandingkan contoh-contoh hal yang diteliti; menelaah variasi-varisi yang menyertaiya; dan menyingkirkan contoh-contoh yang negatif (Poespoprojo, 1999). Pemikiran induktif mungkin akan berjalan ‘baik’ jika mendasarkan pada premis yang dituruhkan Tuhan.

The Basic Structure of science

Data merupakan komponen penting bagi sebuah teori maupun ilmu. Data merupakan sekumpulan informasi atas realitas. Demikianpun setiap ilmuwan tidak akan mamapu mendapatkan informasi yang sempurna dan menyeluruh atas realitas yang diamati. Terutama dalam bidang ilmu komunikasi (sosial) yang mengkaji ‘fenomena-fenomena manusia’, dimana objek dan subjek kajian sangat dinamis sehingga setiap data akan menjadi sangat unik. Hal tersebut akan menjadi sangat sulit ketika membangun sebuah teori yang ‘menuntut’ generalisasi. Tentunya pencarian data yang tepat dalam penelitian dalam membangun sebuah teori akan sulit pula. Seorang ilmuwan yang melakukan penelitian komunikasi atau sosial cenderung akan menimbulkan bias. Walaupun ilmuwan tersebut menggunakan metodologi penelitian yang baik, tahap interpretasi data menjadi tahap yang memungkinkan timbulnya bias sangat besar. Akan sangat berbeda jenis kesulitan antara ilmuwan ilmu alam dan ilmu sosial, namun yang terpnting adalah kejujuran dan intergritas ilmuwan untuk mencari kebenaran.

Definisi teori dalam Encyclopedia Of The Scientfic Revolution (Applebaum, 2000) adalah “The conceptual structures in terms of which we understand our world”. Teori membantu kita dalam memahami fenomena tertentu. Walaupun demikian teori bukanlah fenomena tersebut. Dalam membangun sebuah teori, para ilmuwan akan ‘terikat’ oleh paradigma, tradisi, atau perspektif dalam memandang suatu realita. Seperti dalam ilmu komunikasi terdapat berbagai tradisi yang dikemukakan ilmuwan (Littlejohn) dalam pengembangan teori komunikasi (tradisi semiotik, fenomenologis, sibernetika, sosiopsikologis, sosiokultural, kritik, dan retorika), sementara ilmuwan (Fisher) lain mengmukakan perspektif teori komunikasi (mekanistis, psikologis, interaksional, dan pragmatis), dan ilmuwan (Infante, Rancer, & Womack) lainnya mengemukakan perspektif lainnya (covering law, human action, dan sistem). Setiap perspektif atau paradigma atau tradisi memiliki alasan masing-masing dalam memandang realitas. Setiap teori memiliki caranya sendiri untuk menelaah fenomena, mengobservasi, dan memaparkannya. Oleh karena itu kita tidak sepatutnya menghakimi bahwa sebuah teori salah, karena teori hanya usaha untuk menjelaskan suatu fenomena.

Dalam ‘memilih’ teori untuk menjelaskan sautu fenomena, tentunya tidak akan dilakukan oleh teori itu sendiri. Campur tangan ilmuwan atau akademisi, atau orang yang memahami teori tak dapat terhindarkan. Seorang ilmuwan atau akademisi yang akan memilih suatu teori tentunya tidak hanya mendasarkan pada ‘rasa’, namun harus memiliki kecukupan pengetahuan atas teori-teori lainnya. Selain itu tentunya memiliki pengetahuan atas teori yang ia pergunakan, mulai dari asumsi, esensi, hingga ‘runutan’ berkembangnya teori tersebut.

Yang manakah komunikasi?

Manakah tindakan yang dianggap komunikasi? apakah semua tindakan manusia dianggap sebagai komunikasi? apakah ketika kita sedang sendirian dikamar, memilih-milih baju yang pantas dipakai ke acara ulang tahun mantan pacar adalah komunikasi? apakah wangi badan kita juga komunikasi? kalau semua tindakan manusia adalah komunikasi, apakah ada tindakan manusia yang bukan komunikasi?

Robert T. Craig dalam buku yang ditulis oleh Stephen Littlejohn membuat model dibawah ini:

tabel-robert-t-craig

Jadi apakah komunikasi itu?