Kontekstualisasi Vs Ketertarikan Dalam Penelitian


Setiap tahun ribuan mahasiswa/i tingkat akhir, membuat penelitian untuk syarat kelulusannya. Penelitian-penelitian itu harusnya mampu membuat ilmu pengetahuan di Indonesia maju pesat. Namun, pada praktiknya ilmu pengetahuan di Indonesia gitu-gitu aja, melangkah sangat pelan. Hanya sedikit dari penelitian-penelitian itu yang dapat berkontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Dugaan sementara saya, hal itu terjadi (salah satunya) akibat lemahnya kontekstualisasi penelitian. Peneliti tak mampu menjawab pertanyaan, “untuk apa anda meneliti ini?”. Jawaban yang sering saya baca di skripsi mahasiswa adalah karena peneliti “tertarik”.

Ketertarikan peneliti untuk mempelajari suatu bidang atau minat kajian memang perlu. Namun “ketertarikan” harus digunakan secara proporsional, dan ditempatkan dalam konteks tertentu. Caranya antara lain:

  1. Jika tertarik, maka pelajari bidang atau minat kajian itu dengan sungguh-sungguh. Baca semua teori dan hasil penelitian terbaru di bidang atau minat kajian itu hingga habis. Sampai tahu batas akhir penelitian terbaru di bidang kajian itu. Hingga tahu bahwa belum ada yang meneliti “ini dan itu”.
  2. Jika sudah tahu bagian “ini dan itu”, maka jadikan gap penelitian, hingga peneliti bisa memproyeksikan kontribusi hasil penelitiannya dalam bidang kajian yang diminatinya.
  3. Tak perlu mengumbar “ketertarikan” peneliti dalam latar belakang penelitian. Karena pembaca dan ilmu pengetahuan tak akan peduli dengan ketertarikan peneliti.

Semoga bermanfaat.


Leave a Reply