The Basic Structure of science


Data merupakan komponen penting bagi sebuah teori maupun ilmu. Data merupakan sekumpulan informasi atas realitas. Demikianpun setiap ilmuwan tidak akan mamapu mendapatkan informasi yang sempurna dan menyeluruh atas realitas yang diamati. Terutama dalam bidang ilmu komunikasi (sosial) yang mengkaji ‘fenomena-fenomena manusia’, dimana objek dan subjek kajian sangat dinamis sehingga setiap data akan menjadi sangat unik. Hal tersebut akan menjadi sangat sulit ketika membangun sebuah teori yang ‘menuntut’ generalisasi. Tentunya pencarian data yang tepat dalam penelitian dalam membangun sebuah teori akan sulit pula. Seorang ilmuwan yang melakukan penelitian komunikasi atau sosial cenderung akan menimbulkan bias. Walaupun ilmuwan tersebut menggunakan metodologi penelitian yang baik, tahap interpretasi data menjadi tahap yang memungkinkan timbulnya bias sangat besar. Akan sangat berbeda jenis kesulitan antara ilmuwan ilmu alam dan ilmu sosial, namun yang terpnting adalah kejujuran dan intergritas ilmuwan untuk mencari kebenaran.

Definisi teori dalam Encyclopedia Of The Scientfic Revolution (Applebaum, 2000) adalah “The conceptual structures in terms of which we understand our world”. Teori membantu kita dalam memahami fenomena tertentu. Walaupun demikian teori bukanlah fenomena tersebut. Dalam membangun sebuah teori, para ilmuwan akan ‘terikat’ oleh paradigma, tradisi, atau perspektif dalam memandang suatu realita. Seperti dalam ilmu komunikasi terdapat berbagai tradisi yang dikemukakan ilmuwan (Littlejohn) dalam pengembangan teori komunikasi (tradisi semiotik, fenomenologis, sibernetika, sosiopsikologis, sosiokultural, kritik, dan retorika), sementara ilmuwan (Fisher) lain mengmukakan perspektif teori komunikasi (mekanistis, psikologis, interaksional, dan pragmatis), dan ilmuwan (Infante, Rancer, & Womack) lainnya mengemukakan perspektif lainnya (covering law, human action, dan sistem). Setiap perspektif atau paradigma atau tradisi memiliki alasan masing-masing dalam memandang realitas. Setiap teori memiliki caranya sendiri untuk menelaah fenomena, mengobservasi, dan memaparkannya. Oleh karena itu kita tidak sepatutnya menghakimi bahwa sebuah teori salah, karena teori hanya usaha untuk menjelaskan suatu fenomena.

Dalam ‘memilih’ teori untuk menjelaskan sautu fenomena, tentunya tidak akan dilakukan oleh teori itu sendiri. Campur tangan ilmuwan atau akademisi, atau orang yang memahami teori tak dapat terhindarkan. Seorang ilmuwan atau akademisi yang akan memilih suatu teori tentunya tidak hanya mendasarkan pada ‘rasa’, namun harus memiliki kecukupan pengetahuan atas teori-teori lainnya. Selain itu tentunya memiliki pengetahuan atas teori yang ia pergunakan, mulai dari asumsi, esensi, hingga ‘runutan’ berkembangnya teori tersebut.


Leave a Reply